SinopsisBuku Yang Fana Adalah Waktu. Penulis : Sapardi Djoko Damono. Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama. Cetakan : I, Maret 2018. Tebal : 146 halaman. ISBN : -7. Dalang tidak berpihak kepada nasib tetapi kepada takdir. Kau pasti masih ingat kita pernah suatu saat membayangkan sebuah dongeng tentang waktu yang wujudnya remah
YANG FANA ADALAH WAKTU- SAPARDI DJOKO DAMONO Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa. “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu. Kita abadi. Perahu Kertas, Kumpulan Sajak, 1982 Analisis Puisi A. UNSUR FISIK PUISI 1. Diksi Diksi atau pilihan kata yang digunakan pada puisi Yang Fana adalah Waktu adalah penggunaan kata konkrit. Kosa kata yang digunakan ialah kosa kata keseharian yang sudah ada dan tidak mmunculkan makna yang baru 2. Imaji Pada bait “memungut detik demi detik,merangkainya seperti bunga”, memunculkan imaji visualisasi. Bait tersebut membuaut pembaca seolah melihat secara langsung bagaimana detik waktu dipungut dan dirangkai seperti sebuah rangkaian bunga. 3. Rima Pada setiap akhir sajak diakhiri oleh bunyi vokal i, u, a, sebagai bunyi yang lembut. Maka membuat puisi ini tergolong puisi kamar. Memiliki jenis rima berpeluk. 4. Tipografi Penulisan menggunakan rata kiri seperti gaya penulisan pada umumnya. 5. Gaya bahasa a “memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga”, merupakan majas simbolik. Detik yang dipungut dan dirangkai seperti bunga sebagai simbol dari waktu-waktu sepanjang hidup hingga membentuk sebuah rangkaian kehidupan yang telah kita lalui. b “kita abadi”, merupakan majas totem pro parte yang mengungkapkan kita sebagai keseluruhan objek, padahal yang di maksud adalah jiwa. c “detik demi detik”, sebagai majas aliterasi yang mengulang konsonan D di awal setiap kata secara berurutan. d “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu. Kita abadi, penggunaan majas asindetrton. Bait kita abadi diungkapkan tanpa menggunkan kata penghubung dari bait sebelumnya. e “Yang fana adalah waktu. Kita abadi”, merupakan sebuah ungkapan paradoks. 6. Kata konkrit a Fana, melambangkan sesuatu yang bersifat sementara dan tidak bersifat kekal. Pada puisi yang dimaksud ialah waktu. b Abadi, pilihan kata yang mewakili sesuatu yang bersifat kekal dan selamanya. c Memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga, pada bait ini dapat dibayangkan oleh pembaca melalui imaji. Tentang waktu yang telah kita lalui, seolah dapat dirangkai menjadi sebuah skenario kehidupan yang telah kita jalani selama ini. B. UNSUR BATIN PUISI 1. Tema Puisi Yang Fana adalah Waktu memiliki membawa tema ketuhanan. Setiap bait yang diungkapkan berkaitan dengan eksistensi manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan. 2. Rasa Pokok permasalahan yang diangkat oleh pengarang ialah tentang kehidupan manusia yang tak selamanya abadi. Tapi sesungguhnya yang abadi adalah jiwa-jiwa manusia itu sendiri. 3. Nada Penyair menyampaikan tema dan rasa dengan cara menceritakan sebuah kejadian yang telah lalu. Selain itu, melalui bait pertama pengarang menyampaikan sebuah pernyataan. Pengarang menyerahkan begitu saja kepada pembaca untuk mencari makna tersurat dari bait puisinya. 4. Amanat Amanat yang terkadung dalam puisi ini disampaikan pengarang secara tersirat atau secara tidak langsung. Pembaca dibebaskan untuk mencari dan menginterpretasikan sendiri. Berdasarkan tema dan rasa yang telah disampaikan, puisi ini memberi pesan tentang kehidupan manusia di dunia. Secara eksplisit kita paham bahwa semua manusia kelak akan meninggal, sementara waktu terus berjalan. Tetapi, sesungguhnya yang abadi itu bukanlah waktu, melainkan jiwa manusia itu sendiri. Jiwa yang akan menempuh kehiudupan setelah kehidupan di dunia. Pada kehiupan inilah manusia akan hidup kekal dan abadi selamanya. Berikut dalil yang juga menjelaskan hal ini يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ Artinya Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sementara dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal Al-Mu’min, ayat39 Tafsir Ayat Wahai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini adalah kenikmatan sesaat bagi manusia, kemudian setelah itu terputus habis, maka janganlah kalian condong kepadanya. Sesungguhnya alam akhirat dengan segala kenikmatannya yang langgeng adalah tempat tinggal di mana kalian akan menetap selamanya di sana. Maka hendaklah kalian mendahulukannya dan beramal untuknya dengan amal-amal shalih yang membuat kalian berbahagia di sana.
5Buku Sapardi Djoko Damono Paling Populer, Hujan Bulan Juni hingga Yang Fana Adalah Waktu Kumpulan Puisi Cinta Karya Sapardi Djoko Damono Paling Romantis dan Menyentuh Hati dilengkapi dengan lima “Yang fana adalah waktu, kita abadi” Apakah “kita” benar-benar kita sebagai manusia?Puisi “Yang Fana adalah Waktu” adalah puisi dari goresan tangan Eyang Sapardi Djoko Damono yang bertengger di antara 101 puisi lainnya di dalam buku antologi sajak Hujan Bulan Juni. Buku dengan sampul bercorak daun kering kekuningan dengan latar belakang rintik hujan ini seakan mempunyai daya pikat puisi "Yang Fana adalah Waktu" karya Sapardi Djoko Damono. Diabadikan menggunakan ponsel dalam puisi “Yang Fana adalah Waktu”, Eyang Sapardi berusaha untuk mengingatkan manusia akan betapa pentingnya waktu yang kita miliki di dunia. Kesempatan dari Tuhan untuk hidup dengan menikmati segala ciptaan-Nya jangan dibuang samping itu, Eyang Sapardi juga berusaha menggiring pembacanya untuk terus melahirkan sesuatu dari si “kita” yang tertera di larik puisinya. Si “kita” harus terus dilahirkan, kemudian dirangkai menjadi sesuatu yang memiliki manfaat untuk membeli buku antologi versi hardcover. Dibeli tahun 2018 di Gramedia yang cukup jauh dari rumah. Perlu kendaraan roda dua dengan durasi 40 menit untuk sampai ke dari 7 baris dengan dialog singkat di dalamnya. Puisi “Yang Fana adalah Waktu” mungkin akan menimbulkan banyak perspektif dari tiap pembaca. Salah satunya saya yang akan mencoba menyampaikan makna dari perspektif yang saya punya. Tentu, semua pembaca dapat berpendapat. Termasuk kamu. Isi kepala orang tidak akan buku antologi sepilihan sajak Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono. Diabadikan menggunakan ponsel Sapardi memang tidak pernah gagal membuat saya tidak duduk tenang menikmati karyanya. Sewaktu membaca puisi-puisi miliknya, otak yang semula hanya ingin menikmati, mendadak ingin berpikir dua dari baris pertama “Yang fana adalah waktu. Kita abadi” Saat pertama kali membacanya, saya langsung terfokus pada kata “kita”. Siapa yang dimaksud “kita”? Manusia? Benda? Atau objek apa?Kemudian, saya berspekulasi bahwa kata “kita” di sana ialah ide. Ide lahir dari kepekaan rasa. Ide membuat seseorang terus hidup dan bermakna. Dia abadi. Saat pemiliknya sudah tiada, ide-ide yang lahir tetap akan tinggal dan berkelana sedangkan waktu, sifatnya fana. Dia akan berakhir entah kapan ke baris kedua “memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga”. Larik dalam baris ini benar-benar membius ketika saya membacanya. Penyusunan kata demi kata sangat tertata dengan apik. Saya berpikir bahwa Eyang Sapardi di dalam baris tersebut ingin mengajak kita sebagai manusia untuk terus berkreativitas, menciptakan karya-karya keren, dan bermanfaat bagi manusia lain. Hidup di dunia tiada guna kalau tidak menciptakan apa-apa dan bermanfaat positif untuk orang dalam baris itu juga dipertegas bila tiap detik dari yang kita miliki harus dimanfaatkan dengan baik. Harus diambil dan mencari banyak peluang sehingga dapat mencipta sesuatu yang bermanfaat, seperti saat kita merangkai suatu bunga. Indah. Banyak orang yang ke baris ketiga dan keempat “Sampai pada suatu hari, kita lupa untuk apa”. Lagi-lagi, bola mata saya tidak bisa diam. Melirik-lirik baris sebelumnya sambil berpikir keras makna dari puisi ini apa sebenarnya. Namun, yang ada di isi kepala saya hanya, “Oh, kedua baris ini bermaksud bahwa ide yang kita gagas sampai lupa, dahulu dibuat pemiliknya untuk apa dan mengapa dilahirkan”.Ide memang bisa muncul dari perilaku-perilaku dan hal-hal sepele dalam gejala kehidupan sehari-hari, bukan? Ada yang saat menggoreng telur mata sapi, bermimpi untuk memiliki ternak ayam di kampung halaman. Ada yang saat menangis di pukul sebelas malam, terpikir untuk membuat buku novel tebal dengan alur cerita romance dengan akhir mengenaskan. Iya, biar sama seperti ide. Tidak bisa direncanakan kapan lahirnya. Besok atau sekarang, lusa atau pekan depan, bisa saja tiba-tiba baris kelima hingga terakhir –baris ketujuh— berbunyi “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamu. "Kita abadi". Saat membaca baris kelima hingga ketujuh ini, rasanya, saya langsung, “Wah, apa lagi ini?”. Di pikiran saya, Eyang Sapardi seakan kembali mempertegas akan waktu yang sifatnya sementara dan tidak akan pada kata “fana” yang kalau dilihat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI mempunyai arti “dapat rusak”, “hilang”, “mati”, “tidak kekal”. Dengan halus, SDD –Sapardi Djoko Damono—kembali mengingatkan bahwa waktu sifatnya tidak pernah lama. Dia akan musnah. Dia akan pendapatmu, "kita" di sana bermakna apa?

Iniadalah puisi yang melakukan perjalanan kembali ke masa lalu untuk memahami masa kini, untuk menemukan kebenaran absolut. Duka adalah tema sentral. Pembicaranya, sang putra, mencoba beberapa kali untuk menempatkan kehilangan ayahnya ke dalam perspektif, jadi dalam satu cara puisi itu adalah alat terapeutik, sebuah cerita yang tenang dan

Analisis Yang Fana Adalah Waktu Karya Sapardi Djoko Damono Puisi ini memiliki makna berupa kritik kepada manusia, bahwa manusia seringkali lupa akan kodratnya, yang digambarkan di dalam puisi ini dengan membuat pemahaman adalah manusia adalah sesuatu yang abadi, tidak terkalahkan, dan waktu adalah sesuatu yang fana, yang suatu saat dapat menghilang atau habis di dunia ini. Sapardi sengaja membuat puisi ini dengan pemahaman yang sarkastik dengan cara membalikkan kenyataan di dunia nyata bahwa manusia adalah makhluk yang fana dan waktu adalah sesuatu yang abadi, untuk mengingatkan manusia bahwa manusia bertingkah laku melebihi kodratnya, atau lebih tepatnya membuang-buang waktunya untuk hal-hal yang tidak terlalu penting, yang hanya memberikan kebahagiaan instan dan tidak terlalu berguna di kehidupannya. Sapardi ingin mengingatkan manusia-manusia yang sudah lupa kodratnya bahwa seiring waktu berjalan manusia akan bertambah tua dan pada akhirnya, ketika mereka sudah cukup tua dan tidak bisa melakukan apapun lagi, mereka akan tersadar bahwa hidupnya selama ini hanya diisi dengan hal-hal yang tidak penting, tidak membawakannya kebahagiaan yang dapat dia nikmati ketika waktunya di dunia ini hampir mencapai batas. Mereka yang lupa akan kodratnya sebagai manusia, akan menyesal di kemudia hari, ketika dia sudah tidak mampu melakukan apapun lagi untuk mengejar hal-hal yang dapat membahagiakannya; mereka dikalahkan oleh waktu. Dilihat dari sudut pandang dari literatur, puisi ini juga merupakan sebuah puisi kontemporer karena tidak membahas isu-isu yang berkaitan dengan hal-hal yang merupakan isu-isu yang sedang terjadi atau isu-isu sosial, dan tidak mengandung kritik bagi kelompok atau seorang individu; melainkan puisi ini memberikan kritik bagi manusia secara keseluruhan, karena seringkali manusia manapun lupa akan kodratnya sebagai seorang manusia. Konsep agama, yang mewajibkan manusia untuk tidak hanya mengejar hal-hal berbau duniawi, cocok untuk melengkapi makna dari puisi ini. Dalam sebuah agama, penganut agama tersebut diberikan perintah oleh tuhan mereka masing-masing untuk mempersiapkan diri mereka untuk kehidupan setelah kematian, yang mana harus dilakukan ketika mereka masih hidup dunia. Manusia dituntut untuk dapat membagi waktunya antara hal-hal duniawi dan untuk mempersiapkan kehidupan setelah kematian. Implikasi yang terjadi bagi orang yang membaca dan menghayati puisi ini adalah mereka akan tersentuh dan akan merenung, memikirkan apakah hidupnya ini dia habiskan untuk mengejar hal-hal yang membuat mereka senang dan mereka berjalan di bumi ini dengan penuh kesombongan dan keangkuhan tanpa sadar bahwa suatu saat mereka akan meninggalkan dunia ini. Mereka akan merefleksikan apakah mereka telah menjalani hidupnya dengan baik dan membuat hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain selama masa hidupnya. Ide Utama Yang Fana Adalah Waktu Karya Sapardi Djoko Damono Ide utama dari puisi ini adalah kritik bagi orang-orang yang menghabiskan hidupnya untuk mengejar hal-hal yang tidak bermanfaat dan untuk mengingatkan bahwa suatu saat mereka akan meninggalkan dunia ini, dan seiring dengan waktu yang berjalan, kehidupan mereka menumpuk kesenangan yang fana dan tingkah mereka yang menyia-nyiakan waktu yang akan berubah menjadi penyesalan ketika mereka sudah tidak bisa melakukan hal-hal yang biasa mereka lakukan untuk mencari kebahagiaan, ketika mereka telah dikalahkan oleh waktu, yaitu ketika mereka menjadi tua dan mereka merefleksikan apa saja yang sudah mereka lakukan di dunia ini. Gaya Bahasa Yang Fana Adalah Waktu Karya Sapardi Djoko Damono Sudut pandang Walaupun tidak ditunjukkan dengan jelas di dalam puisi, puisi ini menggunakan sudut pandang dari orang pertama tanpa menggunakan kata subyek Aku. Sudut pandang ini ditunjukkan dengan cara bagaimana baris-baris di puisi itu menunjukkan jalan cerita. Baris satu sampai empat menunjukkan bagaimana tokoh utama dari puisi ini berpikir mengenai tujuan hidup dan pandangannya mengenai waktu. Baris kelima dan keenam menunjukkan bagaimana seseorang yang dia kenal membalas tentang pikiran keraguannya akan tujuan manusia hidup di dunia ini dan adanya kata “tanyamu” yang menunjukkan bahwa kalimat di baris kelima disebutkan oleh yang sedang diajaknya berbicara mengenai keraguannya akan tujuan hidup dan pandangannya akan waktu yang adalah hal yang fana. Majas Metafora Metafora yang terdapat di puisi ini ditunjukkan dengan membandingkan waktu dan kita, yang dimana keduanya adalah hal yang tidak berhubungan satu sama lain. Tetapi Sapardi menyambungkan keduanya dengan menambah frasa “adalah hal yang fana” untuk waktu dan “adalah yang abadi” untuk kata kita untuk menyampaikan kritiknya terhadap manusia yang lupa akan kodratnya, yang diibaratkan dengan frasa “kita abadi” yang berfungsi sebagai sarkasme dengan “waktu adalah hal yang fana.” Simile Simile di puisi ditunjukkan dengan penggunaan kata seperti untuk membandingkan “detik” yang serupa dengan “bunga” yang sebenarnya tidak memiliki hubungan apapun secara harfiah, tetapi dalam makna dari puisi ini, detik berfungsi sebagai kiasan dari hidup bagi seorang manusia, sedangkan bunga berfungsi sebagai kebahagiaan yang dikejar-kejar oleh manusia sebagai tujuan sepanjang umur hidupnya. Tema Yang Fana Adalah Waktu Karya Sapardi Djoko Damono Tema dari puisi ini adalah waktu, dimana manusia seringkali melupakan kodrat dirinya dan merasa dirinya lebih besar dan lebih berkuasa di dunia ini dan seringkali membuang waktunya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan demi kesenangan yang fana, dan pada akhirnya, ketika waktu mulai menunjukkan betapa abadi dan kekalnya mereka terhadap manusia, yaitu ketika manusia telah sampai di ujung hidupnya, mereka baru menyadari betapa sombongnya mereka dan bagaimana mereka menghabiskan hidupnya untuk hal-hal yang sia-sia dan tidak bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. Tone Yang Fana Adalah Waktu Karya Sapardi Djoko Damono Suasana yang ditunjukkan di dalam puisi ini adalah suasana kebingungan, karena tokoh utama yang mempunyai pemikiran bagaimana manusia adalah makhluk yang lebih perkasa dibandingkan dengan waktu, meragukan apakah benar pemikiran yang dia miliki itu adalah pemikiran yang benar, bahwa tujuan manusia di hidup ini adalah untuk melakukan apapun untuk mendapatkan kebahagiaan sampai akhir hayat hidupnya tanpa ada hal-hal lain yang harus mereka capai, tanpa perlu memikirkan apakah hal untuk mendapatkan kebahagiaan tersebut bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. Kesimpulan Yang Fana Adalah Waktu Karya Sapardi Djoko Damono Puisi ini diluar dari cara penulisannya dan diksi yang berada di dalam puisi tersebut, dapat menunjukkan makna dan arti yang sangat dalam,menyentuh dan menginspirasi bagi mereka yang membacanya untuk tidak membuang-membuang waktu dan membuat manusia untuk berpikir sebelum melakukan sesuatu, dan juga menyadarkan manusia bagaimana kecilnya mereka di dunia ini. Sapardi mampu menyampaikan makna yang sangat bijaksana tetapi dengan menggunakan pilihan kata-kata yang sangat sedikit dan singkat tersebut dapat menyampaikan banyak hal yang sangat berguna bagi siapapun yang membaca dan menghayati puisi dari Sapardi ini. Whether you’re aiming to learn some new marketable skills or just want to explore a topic, online learning platforms are a great solution for learning on your own schedule. You can also complete courses quickly and save money choosing virtual classes over in-person ones. In fact, individuals learn 40% faster on digital platforms compared to in-person learning. Some online learning platforms provide certifications, while others are designed to simply grow your skills in your personal and professional life. Including Masterclass and Coursera, here are our recommendations for the best online learning platforms you can sign up for today. The 7 Best Online Learning Platforms of 2022 Best Overall Coursera Best for Niche Topics Udemy Best for Creative Fields Skillshare Best for Celebrity Lessons MasterClass Best for STEM EdX Best for Career Building Udacity Best for Data Learning Pluralsight
Puisi| Yang Fana Adalah Waktu | Sapardi Djoko DamonoYANG FANA ADALAH WAKTUYang fana adalah waktu. Kita abadi:memungut detik demi detik, merangkainya seperti
Return to Article Details Analisis Puisi “Yang Fana Adalah Waktu” Karya Sapardi Djoko Damono dengan pendekatan Stilistika Download Download PDF

videoini diambil di Elephant Rock, Taipei, Taiwan.IG : : puiisiindo@gmail.comYang Fana Adalah Waktu

Puisi Sapardi Djoko Damono – Sapardi Djoko Damono adalah salah seorang sastrawan besar Indonesia yang mempunyai karya-karya luar biasa. Melalui karya-karyanya, Sapardi juga banyak memperoleh penghargaan-penghargaan besar, baik dari dalam maupun luar negeri. Salah satu karyanya berupa puisi-puisi yang luar biasa, bahkan kumpulan puisi itu tidak mati maupun lekang oleh waktu. Sajak-sajak Sapardi telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa daerah. Dia tidak saja aktif menulis puisi, tetapi juga cerita pendek. Selain itu, dia juga menerjemahkan berbagai karya penulis asing, menulis esai, serta menulis sejumlah kolom atau artikel di surat kabar, termasuk kolom sepak bola. Sapardi Djoko Damono Ministry of Finance of the Republic of Indonesia/Public domain in Indonesia. Ada banyak sekali karya-karya besar yang dimilikinya. Beberapa karya Sapardi Djoko Damono antara lain Duka-Mu Abadi 1969, Mata Pisau 1974, Perahu Kertas 1983, Sihir Hujan 1984, Hujan Bulan Juni 1994, Arloji 1998, Ayat-Ayat Api 2000, Mata Jendela 2000, dan masih banyak lagi. Tentu banyak puisi karya Sapardi Djoko Damono ini mempunyai tempat tersendiri di hati para penggemarnya. Sapardi banyak menerima penghargaan, di antaranya adalah Cultural Award Australia, 1978, Anugerah Puisi Putra Malaysia, 1983, SEA Write Award Thailand, 1986, Anugerah Seni Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1990, Kalyana Kretya dari Menristek RI 1996, Achmad Bakrie Award Indonesia, 2003, Akademi Jakarta Indonesia, 2012, Habibie Award Indonesia, 2016, dan ASEAN Book Award 2018. Sebagaimana dilansir dari beberapa sumber, inilah beberapa kumpulan puisi Sapardi Djoko Damono yang menyentuh hati, bahkan tak lekang oleh waktu sampai saat ini. Yuk, langsung saja simak ulasan berikut ini hingga selesai! Kumpulan Puisi Sapardi Djoko Damono1. Aku Ingin2. Hatiku Selembar Daun3. Hujan Bulan Juni4. Yang Fana Adalah Waktu5. Pada Suatu Hari Nanti6. Kuhentikan Hujan7. Hanya8. Menjenguk Wajah di Kolam9. Sajak Kecil Tentang Cinta10. Sajak Tafsir11. Kita Saksikan12. Akulah Si Telaga13. Metamorfosis14. Sajak Putih15. Dalam Diriku16. Sementara Kita Saling Berbisik17. Tentang Matahari18. Ia Tak Pernah19. Gerimis Jatuh20. Dalam DoakuRujukanRekomendasi Buku dan E-Book Terkait1. Sapardi Djoko Damono Karya dan Dunianya2. Hujan Bulan Juni Sebuah Novel3. Hujan Bulan Juni Sepilihan Sajak 1. Aku Ingin Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada 1989 2. Hatiku Selembar Daun Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput; Nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini; ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luput; Sesaat adalah abadi sebelum kausapu tamanmu setiap pagi. 3. Hujan Bulan Juni tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu 4. Yang Fana Adalah Waktu Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu. Kita abadi. 1978 5. Pada Suatu Hari Nanti Pada suatu hari nanti, Jasadku tak akan ada lagi, Tapi dalam bait-bait sajak ini, Kau tak akan kurelakan sendiri. Pada suatu hari nanti, Suaraku tak terdengar lagi, Tapi di antara larik-larik sajak ini. Kau akan tetap kusiasati, Pada suatu hari nanti, Impianku pun tak dikenal lagi, Namun di sela-sela huruf sajak ini, Kau tak akan letih-letihnya kucari. 6. Kuhentikan Hujan Kuhentikan hujan Kini matahari merindukanku, mengangkat kabut pagi perlahan Ada yang berdenyut dalam diriku Menembus tanah basah Dendam yang dihamilkan hujan Dan cahaya matahari Tak bisa kutolak Matahari memaksaku menciptakan bunga-bunga 7. Hanya Hanya suara burung yang kau dengar dan tak pernah kaulihat burung itu tapi tahu burung itu ada di sana Hanya desir angin yang kaurasa dan tak pernah kaulihat angin itu tapi percaya angin itu di sekitarmu Hanya doaku yang bergetar malam ini dan tak pernah kaulihat siapa aku tapi yakin aku ada dalam dirimu 8. Menjenguk Wajah di Kolam Jangan kau ulang lagi menjenguk wajah yang merasa sia-sia, yang putih yang pasi itu. Jangan sekali-kali membayangkan Wajahmu sebagai rembulan. Ingat, jangan sekali-kali. Jangan. Baik, Tuan. 9. Sajak Kecil Tentang Cinta Mencintai angin harus menjadi siut Mencintai air harus menjadi ricik Mencintai gunung harus menjadi terjal Mencintai api harus menjadi jilat Mencintai cakrawala harus menebas jarak Mencintai-Mu harus menjelma aku 10. Sajak Tafsir Kau bilang aku burung? Jangan sekali-kali berkhianat kepada sungai, ladang, dan batu. Aku selembar daun terakhir yang mencoba bertahan di ranting yang membenci angin. Aku tidak suka membayangkan keindahan kelebat diriku yang memimpikan tanah, tidak memercayai janji api yang akan menerjemahkanku ke dalam bahasa abu. Tolong tafsirkan aku sebagai daun terakhir agar suara angin yang meninabobokan ranting itu padam. Tolong tafsirkan aku sebagai hasrat untuk bisa lebih lama bersamamu. Tolong ciptakan makna bagiku, apa saja — aku selembar daun terakhir yang ingin menyaksikanmu bahagia ketika sore tiba. 11. Kita Saksikan kita saksikan burung-burung lintas di udara kita saksikan awan-awan kecil di langit utara waktu itu cuaca pun senyap seketika sudah sejak lama, sejak lama kita tak mengenalnya di antara hari buruk dan dunia maya kita pun kembali mengenalnya kumandang kekal, percakapan tanpa kata-kata saat-saat yang lama hilang dalam igauan manusia 1967 12. Akulah Si Telaga akulah si telaga berlayarlah di atasnya; berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil yang menggerakkan bunga-bunga padma; berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya; sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja perahumu biar aku yang menjaganya. 1982 13. Metamorfosis Ada yang sedang menanggalkan kata-kata yang satu demi satu mendudukkanmu di depan cermin dan membuatmu bertanya tubuh siapakah gerangan yang kukenakan ini ada yang sedang diam-diam menulis riwayat hidupmu menimbang-nimbang hari lahirmu mereka-reka sebab-sebab kematianmu ada yang sedang diam-diam berubah menjadi dirimu. 14. Sajak Putih Beribu saat dalam kenangan Surut perlahan Kita dengarkan bumi menerima tanpa mengaduh Sewaktu detik pun jatuh Kita dengar bumi yang tua dalam setia Kasih tanpa suara Sewaktu bayang-bayang kita memanjang Mengabur batas ruang Kita pun bisu tersekat dalam pesona Sewaktu ia pun memanggil-manggil Sewaktu Kata membuat kita begitu terpencil Di luar cuaca 15. Dalam Diriku Dalam diriku mengalir sungai panjang Darah namanya; Dalam diriku menggenang telaga darah Sukma namanya; Dalam diriku meriak gelombang sukma Hidup namanya! Dan karena hidup itu indah Aku menangis sepuas-puasnya. 16. Sementara Kita Saling Berbisik Sementara kita saling berbisik untuk lebih lama tinggal pada debu, cinta yang tinggal berupa bunga kertas dan lintasan angka-angka ketika kita saling berbisik di luar semakin sengit malam hari memadamkan bekas-bekas telapak kaki, menyekap sisa-sisa unggun api sebelum fajar. Ada yang masih bersikeras abadi. 1966 17. Tentang Matahari Matahari yang ada di atas kepalamu itu Adalah balon gas yang terlepas dari tanganmu waktu kau kecil, adalah bola lampu yang ada di atas meja ketika kau menjawab surat-surat yang teratur kauterima dari sebuah Alamat, adalah jam weker yang berdering saat kau bersetubuh, adalah gambar bulan yang dituding anak kecil itu sambil berkata “Ini matahari! Ini matahari!” Matahari itu? Ia memang di atas sana supaya selamanya kau menghela bayang-bayangmu itu. 1971 18. Ia Tak Pernah Ia tak pernah berjanji kepada pohon untuk menerjemahkan burung menjadi api ia tak pernah berjanji kepada burung untuk menyihir api menjadi pohon ia tak pernah berjanji kepada api untuk mengembalikan pohon kepada burung 19. Gerimis Jatuh Gerimis jatuh kau dengar suara di pintu Bayang-bayang angin berdiri di depanmu Tak usah kau ucapkan apa-apa; seribu kata Menjelma malam, tak ada yang di sana Tak usah; kata membeku, Detik meruncing di ujung sepi itu Menggelincir jatuh Waktu kaututup pintu. Belum teduh dukamu. 20. Dalam Doaku Dalam doa subuhku ini kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara Ketika matahari mengambang di atas kepala, dalam doaku kau menjelma pucuk pucuk cemara yang hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil kepada angin yang mendesau entah dari mana Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis, yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu, yang tiba tiba gelisah dan terbang lalu hinggap di dahan mangga itu Magrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang turun sangat perlahan dari nun disana, bersijingkat di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku, yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku Aku mencintaimu, itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu Itulah artikel terkait “Kumpulan Puisi Sapardi Djoko Damono” yang bisa kalian gunakan untuk referensi dan bahan bacaan. Jika ada saran, pertanyaan, dan kritik, silakan tulis di kotak komentar bawah ini. Bagikan juga tulisan ini di akun media sosial supaya teman-teman kalian juga bisa mendapatkan manfaat yang sama. Untuk mendapatkan lebih banyak informasi, Grameds juga bisa membaca buku yang tersedia di Sebagai SahabatTanpaBatas kami selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan dan pengetahuan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi LebihDenganMembaca. Semoga bermanfaat! Rujukan Sarumpaet, Riris K. Toha; Budianta, Melani 2010. Membaca Sapardi. Jakarta Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Soemanto, Bakdi 2006. Sapardi Djoko Damono Karya dan Dunianya. Jakarta Grasindo. Tarsyad, Tarman Effendi 2009. Bahasa dan Gaya Puisi Sapardi Djoko Damono Analisis Stilistika. Banjarmasin Tahura Media. Rekomendasi Buku dan E-Book Terkait 1. Sapardi Djoko Damono Karya dan Dunianya Kita harus menyadari bahwa Sapardi telah dengan sengaja memilih untuk selalu berada dalam kaitan antara ambiguitas dan konvensi puisi agar bisa memahami dengan baik karya-karyanya. Dalam kenyataannya, dia telah menciptakan genre baru dalam kesusastraan Indonesia…. A. Teeuw, Modern Indonesia Literature II, 1979. Buku ini juga memuat tinjauan atas semua karya-karya asli Sapardi. Namun, Bakdi menyodorkan tafsirnya itu sebagai pilihan saja. Sebab, kata Bakdi, di samping tafsir itu bisa sangat macam-macam tergantung dari “latar belakang” yang ada di dalam benak pembaca, Sapardi sendiri menekankan bahwa membaca karya sastra sepenuhnya tergantung dari pembaca. Ya, buku ini penting untuk memahami sosok dan sikap seorang Sapardi. Buku ini penting untuk memahami sosok dan sikap seorang Sapardi. Setelah itu, berbekal pemahaman yang cukup atas sosok dan sikapnya, tersedia bekal yang memadai pula untuk memahami sajak-sajaknya. Buku ini juga memuat hal-hal trivial dari seorang Sapardi. Sapardi pun pernah ikut bermain drama dan disutradarai oleh Rendra. Satu alasan lagi kenapa Sapardi layak diberi hormat sebagai sosok penyair yang penting. Dia bukan penyair yang besar kepala, bahkan mengakui bahwa setiap kali menulis puisi sampai sekarang pun selalu merupakan langkah awal belajar menulis lagi. Tentu maksudnya, dia melakukan percobaan-percobaan. Puisi tidak tercipta secara serta merta, tidak siap saji. 2. Hujan Bulan Juni Sebuah Novel Aku Ingin aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada – Sapardi Djoko Damono, 1989. Bagaimana mungkin seseorang memiliki keinginan untuk mengurai kembali benang yang tak terkirakan jumlahnya dalam selembar sapu tangan yang telah ditenunnya sendiri? Bagaimana mungkin seseorang bisa mendadak terbebaskan dari jaringan benang yang susun-bersusun, silang-menyilang, timpa-menimpa dengan rapi di selembar sapu tangan yang sudah bertahun-tahun lamanya ditenun dengan sabar oleh jari-jarinya sendiri oleh kesunyiannya sendiri, oleh ketabahannya sendiri, oleh tarikan dan hembusan napasnya sendiri, oleh rintik waktu dalam benaknya sendiri, oleh kerinduannya sendiri, oleh penghayatannya sendiri tentang hubungan-hubungan pelik antara perempuan dan laki-laki yang tinggal di sebuah ruangan kedap suara yang bernama kasih sayang? Bagaimana mungkin? – Sajak-sajak 1971 umumnya adalah sajak-sajak yang jika dibaca penyair lain akan menimbulkan seru, “Mengapa saya tidak menulis seperti itu tentang itu!”. Dengan kata lain, merupakan puisi-puisi yang harus karena layak dicemburui – Goenawan Mohamad. Dia telah menciptakan genre baru dalam kesusastraan Indonesia, yang sampai kini belum ada nama yang sesuai untuknya. Dia seorang penyair yang orisinil dan kreatif, yang eksperimen-eksperimennya serta inovasi yang sangat mengejutkan dalam segala kesederhanaannya – 3. Hujan Bulan Juni Sepilihan Sajak Hujan Bulan Juni – Sepilihan Sajak adalah buku berisi kumpulan sajak karya sastrawan terkenal, Sapardi Djoko Damono, yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada 2015. Buku ini tersedia dalam dua format, yakni hard cover dan soft cover. Penulis merupakan seorang pujangga Indonesia yang terkenal dengan karya-karya literasi sajak dan puisinya. Hasil karya Sapardi Djoko Damono yang tak lekang dimakan waktu tetap diingat hingga sekarang, meskipun ditulis pada tahun 1970-an, bahkan dijadikan panduan bagi sastrawan masa kini. Buku ini berisi kumpulan sajak yang pernah diciptakan oleh penulis untuk mengenang karya-karyanya yang luar biasa. Hasil karya penulis menjadi pendobrak dalam kesusastraan Indonesia. Pencapaian inilah yang membuat nama Sapardi Djoko Damono menjadi besar dan diakui sebagai salah satu orang paling berpengaruh dalam sejarah kesusastraan Indonesia. Buku ini diperuntukkan bagi Anda yang menyukai puisi dan ingin memperdalam ilmu sastra, terutama sajak dan puisi. Kehadiran buku ini juga akan menunjukkan keajaiban kata-kata yang ditulis oleh sosok Sapardi Djoko Damono. Sekilas Cuplikan Hujan Bulan Juni – Sepilihan Sajak Aku Ingin aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada – Sapardi Djoko Damono, 1989. BACA JUGA Selamat Datang, Bulan *Puisi Berguru Kepada Puisi Super Lengkap Peribahasa Indonesia Plus Puisi & Pantun Super Lengkap Peribahasa Indonesia Plus Puisi & Pantun ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien Tapikembali mengingatkan, walaupun sehebat apapun itu, jika dia seorang penipu (mungkin berselingkuh) bisa saja akan ditinggal pergi. Tak ada artinya jika sepanjang waktu hanya memberikan kebahagiaan yang fana (palsu). Intinya, kembali mengingatkan kepada kekasihnya bahwa tak ada posisi aman untuk seorang pembohong.

Apa itu puisi? Puisi adalah karya sastra yang memiliki aspek dan unsur yang membangun puisi. Pradopo 201013 mengatakan bahwa puisi sebagai karya sastra seni puitis, kata puitis sudah mengandung nilai keindahan yang khusus untuk puisi. Sifat puitis dari karya sastra puisi terletak pada pemunculan ketegangan-ketegangan dalam karya sastra. Kepuitisan itu dapat dicapai dengan bermacam-macam cara, misalnya dengan bentuk visual tipografi, susunan bait; dengan bunyi; persajakan, asonansi, alitrasi, kiasan bunyi, lambing rasa orchestra; dengan diksi. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai kritik yang ingin disampaikan dalam puisi “Yang Fana Adalah Waktu” karya Sapardi Djoko Damono. Beliau merupakan seorang pujangga Indonesia terkemuka, yang dikenal lewat berbagai puisi-puisinya, yang menggunakan kata-kata sederhana, sehingga beberapa di antaranya sangat popular. Penyair yang tersohor namanya di dalam maupun di luar negeri ini juga sempat mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Ia juga pernah menjadi dekan di sana dan juga menjadi guru besar serta menjadi redaktur pada majalah Horison, Basis, dan Kalam. Iklan Puisi “Yang Fana Adalah Waktu” ini dibuat pada tahun 1978. Dikutip dari buku antologi sajak Hujan Bulan Juni, berikut isi puisinya Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa. “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu. Kita abadi. Makna berupa kritik kepada manusia terlihat jelas dalam karya Sapardi kali ini. Dalam puisi ini Sapardi sengaja membuat puisi dengan pemahaman yang sarkatik dengan cara membalikkan kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang fana sedangkan waktu adalah sesuatu yang abadi. Sapardi ingin mengingatkan kepada manusia bahwa waktu terus berjalan dan seiring berjalannya waktu maka, manusia akan bertambah tua dan manusia sering kali telat menyadari bahwa mereka tidak menggunakan waktu mereka dengan baik. Pada bait pertama larik dua, tiga dan empat “memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa”. Memliki makna bahwa manusia terus-menerus mengejar hal yang tidak penting atau mengejar kesenangan yang instan sampai pada suatu hari mereka sadar bahwa apa yang mereka kejar tidak bermaanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Kesimpulannya Sapardi ingin memberitahukan kritik kepada manusia serta mengingatkan manusia agar selalu melakukan hal yang bermanfaat, jangan pernah membuang-buang waktu untuk hal yang tidak penting karena sebenarnya yang fana adalah manusia sedangkan waktu akan selalu abadi. Sumber Krismastuti, Fembriana. 2020. “Analisis Semiotik Terhadap Kumpulan Puisi Perahu Kertas Karya Sapardi Djoko Damono. Skripsi. Klaten Universitas Widya Dharma Ikuti tulisan menarik Izza Zahraniah lainnya di sini.

S3AA.
  • 7y71mi28fr.pages.dev/130
  • 7y71mi28fr.pages.dev/439
  • 7y71mi28fr.pages.dev/293
  • 7y71mi28fr.pages.dev/316
  • 7y71mi28fr.pages.dev/407
  • 7y71mi28fr.pages.dev/393
  • 7y71mi28fr.pages.dev/544
  • 7y71mi28fr.pages.dev/312
  • analisis puisi yang fana adalah waktu